ETIKA SEBAGAI CERMINAN KEPRIBADIAN
Etika
merupakan cerminan dari kepribadian seseorang. Melalui cara beretika inilah
seseorang dapat menilai dan mengetahui sifat dan ciri kepribadian dari orang
lain.Dalam pembentukan etika ini banyak sekali faktor yang mempengaruhi, baik
itu faktor internal maupun eksternal. Sifat bawaan dari lahir atau watak
merupakan faktor internal yang paling berpengaruh pada etika seseorang. Secara
ilmiah hal ini disebabkan oleh faktor keturunan atau genetika seseorang.
Sedangkan dari faktor eksternal, etika seseorang sangat dipengaruhi oleh
lingkungan dimana tempat seseorang itu berada.
Apabila
seseorang berada pada lingkungan yang baik dan beretika tinggi maka dapat
dipastikan akan beretika tinggi layaknya orang-orang yang berada, dan
sebaliknya apabila seseorang berada pada lingkungan yang beretika rendah maka
dapat dipastikan pula akan beretika layaknya orang-orang disekitarnya berada.
Hal ini sangat sesuai dengan kata-kata bijak yang mengatakan ”at the first you
make habbit at the last habbit make you”, yang berarti bahwa pada awalnya kamu
membuat suatu kebiasaan, pada akhirnya kebiasaan itulah yang membentuk dirimu”
(zero to hero; 26).
Pada
dasarnya kepribadian dari diri seseorang merupakan suatu cerminan dari
kesuksesan. Seseorang yang mempunyai kepribadian yang unggul adalah seseorang
yang siap untuk hidup dalam kesuksesan. Sebab dalam kepribadian orang tersebut
terdapat nilai-nilai positif yang selalu memberikan energi positif terhadap
paradigma dalam menghadapi tantangan dan cobaan kehidupan. Sebaliknya,
seseorang dengan kepribadian yang rendah adalah seseorang yang selalu dilingkupi
dengan kegagalan. Sebab pada diri seseorang tersebut mengalir energi-energi
negatif yang terhadap paradigma dalam menghadapi tantangan dan cobaan
kehidupan.
Dapat
dipastikan bahwa nilai-nilai kepribadian seseorang mengalami pasang surut
seiring dengan besarnya tantangan dan cobaan yang dihadapi. Ada seseorang yang
semakin ditempa oleh tantangn dan cobaan menjadi semakin kuat dan memiliki
kepribadian yang dahsyat, namun ada pula seseorang yang semakin besar tantangan
dan cobaannya menjadi semakin terpuruk dan putus asa.
Dalam diri
seseorang ibarat dua sisi mata uang, ada kepribadian yang positif dan negatif.
Hal tersebut merupakan fitrah yang dimiliki oleh manusia dari Tuhan Yang Maha
Esa. Namun seperti halnya mata uang, kepribadian positif maupun negatif
seseorang tidak muncul bersamaan. Pada suatu kondisi tertentu seseorang akan
lebih dominan untuk bersikap positif, dan dilain kesempatan seseorang akan
lebih dominan untuk bersikap negatif.
Secara
alamiah dalam diri seseorang tersimpan suatu potensi yang dapat menambah dan
berguna bagi kehidupan. Namun sayangnya tidak semua orang menyadari akan
potensi yang terdapat pada diri mereka sendiri. Sehingga banyak dari
teman-teman kita maupun orang disekitar mereka yang merasa tidak berguna. Hal
inilah yang selanjutnya mempengaruhi kepribadian mereka menjadi orang yang
mudah putus asa dan memiliki banyak keterbatasan. Padahal jika kita berbicara
tentang keterbatasan, pastilah setiap orang juga memilikinya.
Satu hal
yang perlu diubah dalam paradigma kita terhadap keterbatasan adalah masalah ini
mungkin bisa diselesaikan tapi sulit, menjadi masalah ini sulit diselesaikan
tapi bisa. Dengan demikian optimisme merupakan kunci utama dalam
menghadapi keterbatasan yang kita miliki. Sehingga kita dapat menjadi
orang yang tidak sekedar biasa namun luar biasa.
Menurut
Renee Baron dan Elizabeth Wagele, kepribadian seseorang dibagi dalam 9 tipe
yaitu :
1.
Perfeksionis
Orang dengan tipe ini
termotivasi oleh kebutuhan untuk hidup dengan benar, memperbaiki diri sendiri dan
orang lain dan menghindari marah.
2.
Penolong
Tipe kedua dimotivasi oleh
kebutuhan untuk dicintai dan dihargai, mengekspresikan perasaan positif pada
orang lain, dan menghindari kesan membutuhkan.
3.
Pengejar Prestasi
Para pengejar prestasi termotivasi
oleh kebutuhan untuk menjadi orang yang produktif, meraih kesuksesan, dan
terhindar dari kegagalan.
4.
Romantis
Orang tipe romantis
termotivasi oleh kebutuhan untuk memahami
perasaan diri sendiri serta
dipahami orang lain, menemukan makna hidup, dan menghindari citra
5.
Pengamat
Orang tipe ini termotivasi
oleh kebutuhan untuk mengetahui segala sesuatu dan alam semesta, merasa cukup
dengan diri sendiri dan menjaga jarak, serta menghindari kesan bodoh atau tidak
memiliki jawaban.
6.
Pencemas
Orang tipe 6 termotivasi oleh
kebutuhan untuk mendapatkan persetujuan, merasa diperhatikan, dan terhindar
dari kesan pemberontak.
7.
Petualang
Tipe 7 termotivasi oleh
kebutuhan untuk merasa bahagia serta merencanakan hal-hal menyenangkan, memberi
sumbangsih pada dunia, dan terhindar dari derita dan
8.
Pejuang
Tipe pejuang termotivasi oleh
kebutuhan untuk dapat mengandalkan diri sendiri, kuat, memberi pengaruh pada
dunia, dan terhindar dari kesan lemah.
9.
Pendamai
Para pendamai dimotivasi oleh
kebutuhan untuk menjaga kedamaian, menyatu dengan orang lain dan menghindari
konflik.
Beberapa teori kepribadian yang
memakai cara pendekatan lain:
a. Etika
Istilah
Etika berasal dari bahasa Yunani kuno. Bentuk tunggal kata ‘etika’ yaitu ethos
sedangkan bentuk jamaknya yaitu ta etha. Ethos mempunyai banyak arti yaitu :
tempat tinggal yang biasa, padang rumput, kandang, kebiasaan/adat,
akhlak,watak, perasaan, sikap, cara berpikir. Sedangkan arti ta etha yaitu adat
kebiasaan
Arti dari
bentuk jamak inilah yang melatar-belakangi terbentuknya istilah Etika yang oleh
Aristoteles dipakai untuk menunjukkan filsafat moral. Jadi, secara etimologis
(asal usul kata), etika mempunyai arti yaitu ilmu tentang apa yang biasa
dilakukan atau ilmu tentang adat kebiasaan (K.Bertens, 2000).
Biasanya
bila kita mengalami kesulitan untuk memahami arti sebuah kata maka kita akan
mencari arti kata tersebut dalam kamus. Tetapi ternyata tidak semua kamus
mencantumkan arti dari sebuah kata secara lengkap. Hal tersebut dapat kita
lihat dari perbandingan yang dilakukan oleh K. Bertens terhadap arti kata
‘etika’ yang terdapat dalam Kamus Bahasa Indonesia yang lama dengan Kamus
Bahasa Indonesia yang baru. Dalam Kamus Bahasa Indonesia yang lama
(Poerwadarminta, sejak 1953 – mengutip dari Bertens,2000), etika mempunyai arti
sebagai : “ilmu pengetahuan tentang asas-asas akhlak (moral)”. Sedangkan kata
‘etika’ dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia yang baru (Departemen Pendidikan dan
Kebudayaan, 1988 – mengutip dari Bertens 2000), mempunyai arti :
1. Nilai dan
norma moral yang menjadi pegangan bagi seseorang atau suatu kelompok dalam
mengatur tingkah lakunya.
Misalnya,
jika orang berbicara tentang etika orang Jawa, etika agama Budha, etika
Protestan dan sebagainya, maka yang dimaksudkan etika di sini bukan etika
sebagai ilmu melainkan etika sebagai sistem nilai. Sistem nilai ini
bisaberfungsi dalam hidup manusia perorangan maupun pada taraf sosial.
2. Kumpulan
asas atau nilai moral.
Yang
dimaksud di sini adalah kode etik. Contoh : Kode Etik Jurnalistik
3. Ilmu
tentang yang baik atau buruk.
Etika baru
menjadi ilmu bila kemungkinan-kemungkinan etis (asas-asas dan nilai-nilai
tentang yang dianggap baik dan buruk) yang begitu saja diterima dalam suatu
masyarakat dan sering kali tanpa disadari menjadi bahan refleksi bagi suatu
penelitian sistematis dan metodis. Etika di sini sama artinya dengan filsafat
moral.
St. John of
Damascus (abad ke-7 Masehi) menempatkan etika di dalam kajian filsafat praktis
(practical philosophy).
Etika
dimulai bila manusia merefleksikan unsur-unsur etis dalam pendapat-pendapat
spontan kita. Kebutuhan akan refleksi itu akan kita rasakan, antara lain karena
pendapat etis kita tidak jarang berbeda dengan pendapat orang lain. Untuk
itulah diperlukan etika, yaitu untuk mencari tahu apa yang seharusnya dilakukan
oleh manusia.
Secara
metodologis, tidak setiap hal menilai perbuatan dapat dikatakan sebagai etika.
Etika memerlukan sikap kritis, metodis, dan sistematis dalam melakukan
refleksi. Karena itulah etika merupakan suatu ilmu.
Sebagai
suatu ilmu, objek dari etika adalah tingkah laku manusia. Akan tetapi berbeda
dengan ilmu-ilmu lain yang meneliti juga tingkah laku manusia, etika memiliki
sudut pandang normatif. Maksudnya etika melihat dari sudut baik dan buruk
terhadap perbuatan manusia.
Etika
terbagi menjadi tiga bagian utama: meta-etika (studi konsep etika), etika
normatif (studi penentuan nilai etika), dan etika terapan (studi penggunaan
nilai-nilai etika).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar